JAKARTA – Tiga mahasiswi asal Tulungagung, Jawa Timur, mengajukan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tindakan ini diambil setelah mereka menjadi korban kecelakaan akibat buruknya kondisi jalan yang tidak kunjung diperbaiki.
Sidang pemeriksaan pendahuluan dengan nomor perkara 249/PUU-XXIII/2025 digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Rabu (17/12/2025). Ketiga pemohon dalam kasus ini adalah Wahyu Nuur Sa’diyah, Anggun Febrianti, dan Lena Dea Pitrianingsih.
Kronologi Kecelakaan
Wahyu Nuur Sa’diyah, mahasiswi UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung yang berasal dari Madiun, mengalami kecelakaan pada 14 Mei 2025. Insiden tersebut terjadi akibat jalan berlubang di daerah Plosokandang, Tulungagung, yang membuatnya harus dirawat di RSUD Dr. Iskak Tulungagung selama tiga hari dan menjalani rawat jalan selama tujuh hari di rumahnya.
Sementara itu, Anggun Febrianti juga hampir terjatuh akibat jalan berlubang di Sumbergempol, Tulungagung, pada 4 Oktober 2025. Kecelakaan tersebut menyebabkan ban kendaraannya pecah saat pulang dari kuliah.
Lena Dea Pitrianingsih, pemohon ketiga, juga mengungkapkan bahwa salah satu temannya sempat hampir tergelincir di lokasi yang sama akibat jalan rusak. Sayangnya, hingga kini, perbaikan jalan tersebut belum dilakukan.
Pasal yang Digugat
Para mahasiswi ini menggugat dua pasal dalam UU LLAJ. Pasal 24 ayat (1) mewajibkan penyelenggara jalan untuk segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak yang dapat menyebabkan kecelakaan. Sedangkan Pasal 273 ayat (1) mengancam penyelenggara jalan dengan pidana jika tidak segera memperbaiki jalan rusak yang menyebabkan kecelakaan.
Menurut mereka, kata “segera” dalam pasal tersebut bersifat multitafsir dan tidak memiliki batasan waktu yang jelas. Hal ini dapat menjadi celah untuk menunda perbaikan jalan tanpa ada konsekuensi hukum yang tegas.
“Kerugian kami timbul karena ketidakjelasan frasa ‘segera’ dalam Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 273 ayat (1). Banyak jalan rusak di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Tulungagung,” ujar Lena Dea di hadapan majelis hakim.
Tuntutan kepada MK
Para pemohon mengklaim bahwa pasal-pasal tersebut bertentangan dengan beberapa ketentuan dalam UUD 1945, antara lain Pasal 28 D ayat (1), Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 28 I ayat (4). Mereka berargumen bahwa ketentuan ini menciptakan ketidakpastian hukum dan membahayakan keselamatan pengguna jalan.
Para pemohon juga menegaskan bahwa anggaran untuk pemeliharaan jalan sudah dialokasikan setiap tahun melalui APBN atau APBD. Oleh karena itu, tidak ada alasan administratif untuk menunda perbaikan jalan rusak.
Dalam petitumnya, mereka meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa frasa “segera” dalam Pasal 24 ayat (1) UU LLAJ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, kecuali jika dimaknai dengan tenggat waktu yang jelas dan pasti.
Keprihatinan atas Infrastruktur Jalan yang Membahayakan
Gugatan ini mencerminkan keprihatinan mendalam atas kondisi infrastruktur jalan yang tidak hanya menimbulkan kerugian materiil, tetapi juga mengancam keselamatan jiwa pengendara. Sidang lanjutan akan menentukan apakah MK akan menerima permohonan judicial review ini dan memberikan kepastian hukum terkait perbaikan jalan rusak.



