Jakarta — Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkap temuan penting terkait banjir besar yang menerjang Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada awal Desember 2025. Menurutnya, sejumlah kayu gelondongan yang terbawa arus banjir menunjukkan bekas potongan gergaji mesin, bukan kayu tumbang alami. Temuan ini memperkuat dugaan adanya aktivitas manusia yang berpotensi melanggar hukum di kawasan hulu.
Dalam keterangan pers di Mabes Polri, Kamis (4/12/2025) malam, Sigit menegaskan bahwa temuan tersebut sedang dalam tahap pendalaman oleh tim gabungan dari Bareskrim Polri dan Kementerian Kehutanan (Kemenhut). Investigasi difokuskan pada penelusuran aliran sungai dari hulu ke hilir untuk mengidentifikasi titik asal kayu dan pihak yang bertanggung jawab.
Kayu dengan Bekas Chainsaw Ditemukan di Lokasi Banjir
Sigit menjelaskan bahwa tim menemukan berbagai jenis kayu sepanjang jalur banjir. Namun beberapa gelondongan tampak jelas memiliki pola potongan khas chainsaw, bukan patahan akibat tekanan air atau longsor.
“Ada potongan mesin. Itu yang akan kami dalami,” ujar Sigit.
Penyidik kini memeriksa apakah kayu tersebut berasal dari:
- Aktivitas pembalakan liar,
- Perkebunan dan perusahaan yang membuka lahan,
- Atau dari penebangan legal, namun jatuh ke sungai akibat sistem penanganan limbah kayu yang buruk.
Penyelidikan Kemenhut: Bisa Melibatkan Satgas Khusus
Kemenhut menyebutkan pihaknya masih mendalami status kayu dan kemungkinan asalnya dari kawasan hutan produksi, hutan lindung, atau area dengan izin konsesi. Opsi pembentukan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) juga mengemuka apabila investigasi menemukan indikasi kuat pelanggaran masif.
Pemerintah menegaskan akan menindak siapa pun yang terlibat dalam pelanggaran izin, alih fungsi lahan ilegal, atau pembalakan liar yang memperburuk kondisi ekologi di Sumatra.
Konteks Bencana: Banjir Besar Telan Korban dan Rusak Infrastruktur
Banjir yang melanda Aceh dan sebagian wilayah Sumatra pada pekan pertama Desember 2025 menelan ratusan korban dan memaksa ribuan warga mengungsi. Arus deras diperparah oleh gelondongan kayu yang ikut hanyut, menyebabkan jembatan runtuh, rumah tersapu air, dan sejumlah desa tertimbun material campuran tanah—sering kali mengandung kayu gelondongan dalam jumlah besar.
Para ahli lingkungan menyatakan bahwa keberadaan kayu gelondongan dalam bencana banjir biasanya menunjukkan adanya:
- Kerusakan tutupan hutan di hulu,
- Sistem tata kelola lahan yang lemah,
- Serta potensi pelanggaran konsesi oleh perusahaan.
Dampak Lingkungan dan Sorotan Publik
Aktivis lingkungan dan organisasi masyarakat sipil mendesak pemerintah untuk:
- Mengungkap perusahaan atau pihak yang berada di balik potongan kayu tersebut,
- Melakukan audit menyeluruh atas izin HPH/HTI di wilayah Aceh dan Sumatra bagian utara,
- Menghentikan sementara aktivitas penebangan di daerah rawan banjir dan longsor.
Publik menilai bahwa laporan kayu bergergaji bukan sekadar temuan teknis, tetapi bukti bahwa kerusakan lingkungan telah memperparah skala bencana.
Polri Siap Tindak Tegas Bila Terbukti Melanggar Hukum
Jenderal Sigit menegaskan bahwa pihaknya tidak akan ragu menetapkan tersangka apabila ditemukan indikasi pidana kehutanan, seperti:
- Pembalakan liar,
- Penyalahgunaan izin,
- Penggundulan hutan tanpa analisis dampak lingkungan (Amdal),
- Atau kelalaian yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
Ia memastikan proses investigasi berjalan cepat dan transparan.
Banjir Bukan Sekadar Bencana Alam
Temuan kayu bergergaji yang hanyut dalam banjir memperlihatkan bahwa bencana di Aceh–Sumatra tak hanya dipicu faktor cuaca ekstrem, tetapi sangat mungkin memiliki akar masalah pada kerusakan lingkungan dan praktik pengelolaan hutan yang tidak bertanggung jawab.
Investigasi yang dilakukan Polri dan Kemenhut akan sangat menentukan apakah kasus ini murni bencana alam atau terdapat unsur pidana yang memperparah dampaknya.



