Frustrasi Jepang terhadap tata kelola AFC yang dinilai tidak transparan memicu rencana pembentukan konfederasi tandingan. Indonesia disebut menjadi salah satu negara yang diajak bergabung.
Dunia sepak bola Asia tengah dihebohkan oleh kabar mengejutkan. Federasi Sepak Bola Jepang (JFA) dikabarkan sedang menyiapkan langkah paling berani dalam sejarah olahraga kawasan: keluar dari Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) dan membentuk organisasi tandingan bernama East Asian Football Confederation (EAFC).
Rumor ini pertama kali mencuat dari media Irak, UTV, pada 16 Oktober 2025, yang melaporkan adanya “gerakan serius” di internal JFA untuk memisahkan diri. Laporan serupa juga muncul dari sejumlah media Asia lainnya seperti IFTWC India dan Mehr News Agency Iran, yang menyebut JFA tengah menjajaki aliansi baru bersama negara-negara Asia Timur dan Asia Tenggara.
Akar Masalah: Dominasi Timur Tengah di AFC
Langkah drastis Jepang ini bukan tanpa alasan. Menurut berbagai sumber di lingkaran sepak bola Asia, JFA sudah lama merasa frustrasi terhadap tata kelola AFC yang dinilai tidak transparan dan sarat kepentingan politik.
Keputusan strategis di AFC—mulai dari penunjukan wasit, pembagian grup, hingga pemilihan tuan rumah turnamen—sering kali dipengaruhi oleh kepentingan negara-negara Teluk yang menggelontorkan dana besar untuk proyek sepak bola Asia. Dominasi finansial ini dianggap membuat AFC kehilangan netralitas.
“Ini bukan sekadar soal sepak bola, tetapi soal keadilan dan integritas,” demikian dikutip dari salah satu laporan media Iran.
Negara-negara Asia Timur seperti Jepang dan Korea Selatan merasa kontribusi prestasi mereka diabaikan. Jepang saat ini menempati peringkat 19 dunia FIFA, jauh di atas negara-negara Teluk. Namun di level konfederasi, suara mereka sering tak berdaya menghadapi blok Arab yang lebih kompak dan berpengaruh secara ekonomi.
Pemicu Konkret: Kontroversi Liga Champions Asia
Salah satu pemicu utama kekecewaan Jepang adalah kebijakan AFC yang memusatkan seluruh laga perempat final AFC Champions League di kawasan Timur Tengah. Keputusan ini dinilai merugikan klub-klub Asia Timur.
Insiden lain yang memicu kemarahan adalah kasus Vissel Kobe pada Liga Champions Asia Elite 2024/25. Ketika klub China Shandong Taishan mundur di tengah kompetisi, AFC mengubah format sepihak. Akibatnya, Vissel Kobe yang seharusnya finis di peringkat ketiga justru terlempar ke posisi kelima dan tersingkir dari kompetisi.
Lebih parah lagi, AFC menjatuhkan denda sebesar 10.000 dolar AS kepada Vissel Kobe atas keributan dengan Shandong Taishan, meski klub China tersebut kemudian didiskualifikasi. Keputusan yang dianggap standar ganda ini memicu kritik keras dari pencinta sepak bola Jepang.
Indonesia dalam Radar
Dalam wacana pembentukan East Asian Football Confederation, Jepang disebut telah mengajak sejumlah negara kawasan Timur dan Tenggara Asia untuk bergabung. Indonesia menjadi salah satu negara yang masuk dalam radar.
Keresahan Jepang terhadap AFC ternyata juga dirasakan oleh PSSI. Timnas Indonesia pernah memprotes berbagai keputusan kontroversial AFC, mulai dari penunjukan wasit, pembatasan suporter tandang, hingga lokasi pertandingan yang dianggap tidak netral.
Jika Indonesia benar-benar bergabung dengan federasi baru ini, akan ada konsekuensi besar terutama terkait peluang lolos ke Piala Dunia. Saat ini, Asia mendapat delapan jatah tiket Piala Dunia. Namun jika benua ini terpecah menjadi dua konfederasi, jatah tersebut kemungkinan akan terbagi rata—empat tiket untuk Asia Timur dan empat untuk Asia Barat.
Dalam skenario itu, Indonesia akan berada satu grup dengan raksasa seperti Jepang, Korea Selatan, dan Australia yang hampir pasti menyapu tiga tiket otomatis. Artinya, hanya tersisa satu tiket untuk diperebutkan negara-negara lain—tantangan yang sangat berat bagi Timnas Garuda.
Masih Sebatas Spekulasi
Meski wacana pembentukan Federasi Asia Timur terus bergulir, langkah ini masih sebatas spekulasi. Belum ada pernyataan resmi dari JFA maupun federasi negara lain yang disebut akan bergabung.
Namun, isu ini telah membuka pertanyaan besar: jika Jepang benar-benar berani mengambil langkah ekstrem ini, apakah negara-negara lain seperti Indonesia akan mengikuti jejak mereka?
Yang jelas, wacana ini berpotensi mengguncang peta kekuatan sepak bola Asia dan membuka babak baru dalam dinamika hubungan antar federasi di kawasan. Dunia sepak bola Asia tengah menunggu perkembangan selanjutnya dengan penuh antisipasi.



