Pemerintah Indonesia bersama dengan operator seluler siap meluncurkan kebijakan baru yang mengharuskan registrasi kartu SIM menggunakan teknologi biometrik. Kebijakan ini rencananya akan diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 2026, guna meningkatkan keamanan dan mencegah penyalahgunaan nomor telepon oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Tujuan dari Registrasi Biometrik
Menurut Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Ditjen PPI), registrasi SIM berbasis biometrik bertujuan untuk memverifikasi identitas pengguna secara lebih akurat. Hal ini dilakukan untuk mengurangi potensi penipuan, penyebaran konten negatif, serta aktivitas ilegal lainnya yang sering disalahgunakan melalui ponsel.
“Kebijakan ini merupakan langkah maju untuk memastikan bahwa setiap pengguna kartu SIM yang ada di Indonesia terdaftar dengan identitas yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan,” ujar Dirjen PPI, Ismail.
Proses Registrasi SIM Biometrik
Proses registrasi SIM menggunakan biometrik akan melibatkan pemindaian sidik jari dan pengambilan foto wajah yang sesuai dengan data KTP elektronik (e-KTP). Sistem ini akan diintegrasikan dengan database kependudukan yang dikelola oleh Kementerian Dalam Negeri. Dengan begitu, setiap pengguna dapat memastikan bahwa identitas mereka tercatat secara resmi.
Masyarakat akan diminta untuk melakukan registrasi ulang SIM mereka melalui aplikasi resmi yang disediakan oleh operator seluler atau melalui layanan langsung di gerai-gerai resmi operator. Operator juga akan menyediakan berbagai opsi untuk memudahkan proses registrasi, termasuk penyediaan fasilitas di pusat layanan pelanggan.
Dampak dan Manfaat Kebijakan
Penerapan sistem biometrik ini diharapkan dapat mengurangi berbagai masalah yang selama ini muncul terkait penggunaan kartu SIM. Di antaranya, mengatasi penyalahgunaan identitas untuk pendaftaran kartu SIM yang mengarah pada aktivitas ilegal, seperti penipuan melalui panggilan telepon atau SMS.
Selain itu, kebijakan ini juga menjadi salah satu upaya pemerintah untuk memperkuat sistem keamanan digital nasional, sesuai dengan kebijakan Transformasi Digital yang tengah dijalankan di Indonesia.
Tantangan dan Persiapan Operator
Meskipun kebijakan ini bertujuan baik, implementasi sistem registrasi biometrik tidak lepas dari tantangan. Operator seluler perlu mempersiapkan infrastruktur teknologi yang memadai untuk mendukung proses verifikasi biometrik, baik dari sisi hardware maupun software. Selain itu, operator juga harus memberikan edukasi kepada pelanggan mengenai proses registrasi yang baru ini.
“Operator seluler akan bekerja sama dengan pemerintah untuk memastikan transisi yang mulus. Kami juga akan menyediakan berbagai saluran komunikasi untuk membantu pelanggan dalam proses registrasi,” kata Direktur Utama salah satu operator seluler, yang enggan disebutkan namanya.
Penegakan Aturan dan Sanksi
Pemerintah juga menegaskan bahwa pengguna yang tidak melakukan registrasi ulang SIM berbasis biometrik setelah 1 Januari 2026, akan mengalami pemblokiran layanan telekomunikasi. Dengan demikian, setiap nomor yang tidak terdaftar akan kehilangan fungsinya, yang berdampak pada kemudahan komunikasi pengguna.
Kebijakan ini akan dipantau secara ketat oleh pemerintah dan lembaga terkait untuk memastikan bahwa seluruh proses registrasi berlangsung sesuai dengan ketentuan yang ada.
Dengan diterapkannya registrasi SIM berbasis biometrik mulai 1 Januari 2026, diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam meningkatkan keamanan penggunaan layanan telekomunikasi di Indonesia. Meskipun ada tantangan dalam implementasi, kebijakan ini merupakan langkah penting menuju penguatan sistem keamanan digital dan perlindungan data pribadi warga negara.
Untuk itu, masyarakat diimbau untuk segera melakukan registrasi ulang kartu SIM mereka sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan demikian, pengguna dapat memastikan bahwa identitas mereka terjaga dan terlindungi dari penyalahgunaan.

