Hot Topics

Daftar Film Indonesia yang Gagal Total di Bioskop 2025, Ada yang Cuma Ditonton 27 Orang

Industri Perfilman Indonesia Hadapi Tantangan Berat

Industri perfilman Indonesia tahun 2025 mencatat sejumlah kegagalan yang cukup memprihatinkan. Beberapa film lokal mengalami kegagalan komersial dengan jumlah penonton yang sangat minim, bahkan ada yang hanya berhasil menjual puluhan tiket selama penayangan di bioskop.

Data dari Cinepoint menunjukkan berbagai film Indonesia dengan penonton di bawah 1.000 orang sepanjang tahun ini. Fenomena ini memunculkan pertanyaan serius tentang strategi produksi, promosi, hingga pemilihan momentum tayang yang tepat.

Para pelaku industri menilai berbagai faktor berkontribusi terhadap kegagalan tersebut, mulai dari kurangnya promosi yang efektif, kualitas produksi yang belum optimal, hingga persaingan ketat dengan film-film blockbuster di periode yang sama.

6 Film dengan Penonton Paling Sedikit Tahun 2025

1. Uwentira Kota Jin – 917 Penonton

Film horor yang mengangkat budaya lokal Sulawesi ini menghadirkan cerita tentang sebuah wilayah antara Palu, Donggala, dan Parigi yang dipercaya dihuni makhluk gaib.

Dengan latar cerita Kota Palu, Sulawesi Tengah, film ini mengisahkan perjalanan Dewi yang mencari temannya bernama Selena. Dalam pencariannya, ia bertemu Tiara, sahabat lamanya, dan tanpa sengaja menyebut kata ‘Uwentira’ – sebuah istilah sakral yang konon dapat memanggil roh halus.

Film yang disutradarai Nur Afni Eka Muslim dan dibintangi Mariam Muslim serta Mutiara Dawali ini tayang sejak 13 Maret. Sayangnya, film yang mencoba mengangkat kearifan lokal ini hanya mampu menarik 917 penonton selama masa penayangannya.

2. Gara-Gara Cicilan – 656 Penonton

Sutradara Surya Darmawan menghadirkan drama komedi yang menyentuh isu finansial anak muda masa kini. Film ini bercerita tentang Tiara, mahasiswi semester akhir yang bekerja sebagai pelayan shift malam di kedai kopi untuk membantu meringankan beban orang tuanya.

Konflik cinta segitiga menjadi bumbu cerita ketika Tiara harus memilih antara Rija, teman SMA-nya yang kini menjadi fotografer, dan Jhaka, rekan kerjanya di kedai kopi.

Film berdurasi 93 menit yang dibintangi Diva Pancarani, Rija Abbas, dan Jhaka Wijaz ini mulai tayang 9 November. Meski mengangkat tema yang relevan dengan kehidupan milenial dan Gen Z, film ini hanya ditonton 656 orang.

3. Parah Bener – 656 Penonton

Karya terakhir almarhum Gary Iskak ini sempat menarik perhatian publik. Film besutan Deni Atmaja diadaptasi dari konten-konten populer di YouTube Deni Creator.

Cerita berpusat pada empat sahabat – Marko, Paing, Nacing, dan Japri – yang selalu berhadapan dengan masalah. Kisah dimulai ketika Marko menyaksikan kekasihnya, Marni, diculik. Bersama Japri, ia mengejar penculik namun malah tertabrak mobil Tania, seorang artis pendatang baru yang sedang dalam pelarian.

Merasa bersalah, Tania membantu pencarian hingga akhirnya menemukan Marni di Anyer. Plot twist terjadi ketika Marni justru marah kepada Marko yang sudah bersusah payah menyelamatkannya.

Meskipun versi YouTube-nya meraih lebih dari 1 juta tayangan, adaptasi layar lebarnya yang tayang Oktober lalu hanya berhasil menarik 656 penonton.

4. Korban Jatuh Tempo: Pinjol – 179 Penonton

Sineas Pangkalpinang, Beram Ferino, mencoba memadukan genre komedi dan horor dengan tema pinjaman online yang sedang hangat di masyarakat.

Plot film berkisar pada Sondang, seorang pemilik kos yang tempat kosnya berubah angker setelah salah satu penyewa bernama Musdalifah bunuh diri akibat terlilit pinjaman online. Kamar yang dulu ditempati Musdalifah menjadi sumber teror hantu.

Yang unik, tidak hanya penampakan hantu yang mengganggu penghuni kos, tetapi juga debt collector yang kerap datang. Kedua ‘teror’ ini justru menciptakan situasi komedi yang khas.

Film yang tayang 17 April ini hanya mampu meraih 179 penonton, jauh dari ekspektasi produser.

5. Basement: Jangan Turun ke Bawah – 115 Penonton

Kolaborasi M8 Pictures dan Homelee Pictures dalam film horor-thriller arahan Enah Praboe ini tenggelam di tengah persaingan dengan judul-judul besar.

Raka, seorang penulis di production house yang diperankan Nicharter, dihantui penampakan perempuan menangis di basement kantornya. Gangguan mistis semakin meluas hingga ke rumahnya.

Bersama Adnan dan rekan-rekannya, Raka menyelidiki misteri kelam gedung tersebut yang ternyata terkait dengan Sugondo, mantan pemilik gedung yang diduga melakukan ritual tumbal demi kesuksesan bisnis.

Film yang dirilis 5 Juni ini tercatat hanya ditonton 115 orang sepanjang masa penayangannya.

6. Misteri Cek Khodam – 27 Penonton (Terburuk)

Debut Limbad sebagai sutradara menjadi catatan kelam industri perfilman Indonesia. Film “Misteri Cek Khodam” hanya bertahan dua hari di bioskop dengan pencapaian yang sangat mengecewakan.

Cerita mengikuti seorang pemuda yang tiba-tiba diteror kejadian supranatural setelah menyadari dirinya mewarisi kekuatan gaib (khodam) dari ayahnya yang telah meninggal. Khodam ini tidak hanya memengaruhi kehidupannya tetapi juga membuka rahasia keluarga yang selama ini tersembunyi.

Film yang dibintangi Reiner Manopo, Rafa Fauzia, Bopak Castello, dan Daus Separo ini mencatatkan rekor sebagai film dengan penonton paling sedikit di tahun 2025 – hanya 27 orang.

Analisis Penyebab Kegagalan

Kegagalan masif film-film tersebut menunjukkan beberapa masalah mendasar dalam industri perfilman Indonesia:

Strategi Promosi Lemah – Mayoritas film ini minim promosi di media sosial dan platform digital yang merupakan saluran utama komunikasi dengan target penonton muda.

Pemilihan Waktu Tayang – Beberapa film tayang bersamaan dengan blockbuster Hollywood atau film Indonesia yang lebih kuat brand-nya.

Kualitas Produksi – Standar sinematografi dan storytelling yang belum optimal menjadi kendala untuk bersaing di pasar yang semakin kompetitif.

Gap dengan Selera Penonton – Tidak semua konsep yang populer di platform digital seperti YouTube dapat diterjemahkan dengan baik ke layar lebar.

Pembelajaran untuk Industri Film Nasional

Fenomena ini menjadi pembelajaran penting bagi para produser dan sineas Indonesia. Diperlukan riset pasar yang lebih mendalam, strategi distribusi yang tepat, dan kualitas produksi yang tidak boleh dikompromikan demi mengejar tren semata.

Selain itu, dukungan ekosistem perfilman yang sehat – mulai dari pembiayaan, distribusi, hingga promosi – menjadi kunci agar film-film Indonesia dapat bersaing dan bertahan di pasar domestik maupun internasional.

Tags :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recent News