Mengatasi Osteoporosis: Dari Gaya Hidup hingga Terapi Medis

ilustrasi osteoporosis

Jakarta – Osteoporosis, sering dijuluki sebagai silent disease, merupakan kondisi tulang yang melemah dan rentan patah. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan, satu dari tiga perempuan dan satu dari lima laki-laki di atas usia 50 tahun berisiko mengalami patah tulang akibat osteoporosis. Meski tampak menakutkan, penyakit ini sebenarnya dapat dikelola bahkan dicegah melalui kombinasi gaya hidup sehat, asupan nutrisi yang tepat, hingga intervensi medis.

Mengapa Osteoporosis Terjadi?

Osteoporosis muncul ketika keseimbangan antara pembentukan dan penghancuran tulang terganggu. Seiring bertambahnya usia, tubuh lebih cepat kehilangan massa tulang dibanding membentuk tulang baru. Kekurangan kalsium, vitamin D, aktivitas fisik rendah, hingga faktor hormonal—terutama pada perempuan pascamenopause—menjadi penyebab utama.

Menurut dr. Andri Setiawan, SpOT, ahli ortopedi dari RS Cipto Mangunkusumo, “Osteoporosis tidak datang tiba-tiba. Ia berkembang perlahan, tanpa gejala, dan sering baru diketahui setelah pasien mengalami patah tulang, terutama di panggul, tulang belakang, atau pergelangan tangan.”

Strategi Pencegahan dan Penanganan

Penanganan osteoporosis tidak bisa hanya mengandalkan satu metode. Dibutuhkan pendekatan komprehensif yang melibatkan pola makan, olahraga, serta pengobatan medis.

  1. Nutrisi Seimbang
    • Kalsium: Konsumsi harian kalsium sangat penting. Sumber alami bisa diperoleh dari susu rendah lemak, yoghurt, keju, ikan teri, hingga sayuran hijau.
    • Vitamin D: Berfungsi membantu penyerapan kalsium. Matahari pagi menjadi sumber alami, sementara suplemen bisa diberikan bila kadar vitamin D rendah.
    • Protein dan Magnesium: Keduanya mendukung kesehatan tulang, terutama pada lansia.
  2. Aktivitas Fisik Teratur
    Latihan beban ringan seperti jalan cepat, yoga, atau angkat beban terbukti meningkatkan kepadatan tulang. “Tulang, sama seperti otot, butuh rangsangan. Jika dibiarkan pasif, ia cepat rapuh,” jelas dr. Andri.
  3. Hentikan Kebiasaan Buruk
    Merokok dan konsumsi alkohol berlebihan mempercepat hilangnya massa tulang. Mengurangi kafein berlebih juga disarankan.
  4. Terapi Medis
    • Obat-obatan antiresorptif (seperti bisfosfonat) membantu memperlambat kerusakan tulang.
    • Terapi hormon dapat diberikan pada perempuan pascamenopause dengan indikasi khusus.
    • Suplementasi kalsium-vitamin D menjadi terapi standar untuk pasien berisiko tinggi.
  5. Pencegahan Jatuh
    Pada lansia, risiko patah tulang lebih sering terjadi karena jatuh. Menata rumah agar bebas hambatan, menggunakan alas kaki yang stabil, hingga pemeriksaan rutin mata, merupakan langkah sederhana tapi krusial.

Harapan dan Tantangan

Meski metode pengobatan tersedia, kesadaran masyarakat masih menjadi tantangan. Sebagian besar pasien baru datang ketika sudah mengalami patah tulang. Padahal, deteksi dini melalui pemeriksaan densitometri tulang bisa membantu mengetahui risiko sejak awal.

Menurut data Kementerian Kesehatan RI, angka kepatuhan pasien osteoporosis dalam menjalani terapi masih rendah. Banyak yang berhenti minum obat setelah gejala hilang, padahal penyakit ini bersifat kronis.

Penutup

Osteoporosis bukan sekadar penyakit orang tua. Ia adalah ancaman kesehatan yang dapat dicegah sejak muda. Menjaga pola makan, rutin berolahraga, dan memeriksakan kesehatan tulang adalah investasi jangka panjang.

Seperti diingatkan dr. Andri, “Kita tidak bisa menunggu sampai tulang patah untuk peduli. Tulang yang kuat adalah modal hidup sehat di usia lanjut.”

Facebook
WhatsApp
Telegram
Email
Picture of admin

admin

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No posts published yet!