Apakah akhir-akhir ini Anda merasa cepat lelah, sedih tanpa sebab, dan kehilangan minat terhadap hubungan intim? Jika Anda seorang pria, mungkin Anda langsung curiga ini adalah tanda low testosterone atau testosteron rendah. Tapi benarkah begitu?
Gejala Testosteron Rendah: Waspada atau Wajar?
Rasa lelah, kurang semangat, dan perubahan suasana hati bisa dialami siapa saja. Kurang tidur, tekanan pekerjaan, atau gaya hidup yang kacau bisa menimbulkan gejala serupa dengan testosteron rendah.
Untuk membantu mengidentifikasi kemungkinan low T, ada kuesioner bernama ADAM (Androgen Deficiency in the Aging Male) yang biasa digunakan oleh dokter spesialis urologi. Beberapa pertanyaannya antara lain:
- Apakah libido (gairah seksual) Anda menurun?
- Apakah Anda kekurangan energi?
- Apakah kekuatan atau daya tahan tubuh Anda menurun?
- Apakah Anda kehilangan tinggi badan?
- Apakah hidup terasa kurang menyenangkan?
- Apakah Anda merasa sedih atau mudah marah?
- Apakah ereksi Anda kurang kuat?
- Apakah kemampuan olahraga Anda menurun?
- Apakah Anda mudah tertidur setelah makan malam?
- Apakah kinerja Anda di tempat kerja menurun?
Jika Anda menjawab “ya” pada pertanyaan ke-1 atau ke-7, atau lebih dari tiga pertanyaan secara keseluruhan, maka patut dicurigai adanya kekurangan testosteron. Namun, ini bukan diagnosis akhir, melainkan langkah awal.
Kadar Normal Testosteron: Tidak Satu Ukuran untuk Semua
Menurut pedoman Asosiasi Urologi Amerika, kadar testosteron total di bawah 300 ng/dL bisa dianggap rendah. Namun, tiap laboratorium memiliki batas “normal” yang berbeda-beda — misalnya, Quest Diagnostics menganggap normal antara 250–1100 ng/dL, sedangkan LabCorp 264–916 ng/dL.
Itulah sebabnya pemeriksaan dua kali pada pagi hari (antara pukul 07.00–10.00) sangat dianjurkan untuk hasil yang akurat. Pada waktu inilah kadar testosteron pria berada di puncaknya.
Diagnosis juga mempertimbangkan gejala klinis, seperti kelelahan, kehilangan massa otot, hingga penurunan gairah seksual.
Terapi Testosteron: Tidak Selalu Diperlukan
Saat terapi diberikan, targetnya adalah menaikkan kadar testosteron ke kisaran 450–600 ng/dL, karena di titik inilah kebanyakan pria mengalami perbaikan gejala. Tapi hasilnya bisa berbeda-beda tergantung sensitivitas hormon tiap individu — yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan belum bisa diuji secara rutin saat ini.
Bukan Testosteron? Bisa Jadi Masalah Lain
Banyak gejala yang menyerupai low T justru berasal dari faktor lain, seperti:
🔹 Kurang Tidur: Tidur berkualitas penting untuk keseimbangan hormon. Masalah tidur seperti sleep apnea dapat menurunkan kadar testosteron. Penggunaan alat bantu seperti CPAP bisa sangat membantu.
🔹 Stres Kronis: Stres meningkatkan hormon kortisol yang bisa menekan produksi testosteron.
🔹 Obesitas & Gaya Hidup: Diet tidak sehat dan kurang gerak dapat menurunkan kadar hormon pria secara alami.
🔹 Kondisi Medis Lain: Gangguan tiroid, kekurangan vitamin D/B12, diabetes, dan penyakit jantung dapat menimbulkan gejala serupa dengan low T.
Disfungsi Ereksi dan Testosteron
Banyak pria mengira disfungsi ereksi (ED) adalah akibat testosteron rendah. Padahal, penyebab utamanya sering kali psikologis: kecemasan, stres, atau kepercayaan diri yang turun. Pengobatan ED secara langsung (misalnya dengan sildenafil atau tadalafil) lebih efektif dan kini sudah jauh lebih terjangkau.
Waspadai Tren Pengobatan Tanpa Diagnosa Tepat
Menurut data AUA 2024, jumlah pria yang menjalani terapi testosteron meningkat hampir 3 kali lipat. Namun:
- 25% di antaranya tidak pernah diuji kadar testosteron sebelumnya
- 50% tidak pernah melakukan tes ulang
- 1 dari 3 pasien sebenarnya tidak memenuhi kriteria klinis
Sementara itu, masih banyak pria yang berhak mendapat terapi namun belum ditangani, karena takut risiko atau tidak nyaman membicarakan gejalanya.
Gaya Hidup Dulu, Terapi Hormonal Kemudian
Sebelum Anda buru-buru menjalani terapi hormon, tanyakan pada diri sendiri (dan tenaga medis Anda):
✅ Apakah saya tidur cukup dan berkualitas?
✅ Apakah saya mengelola stres dengan baik?
✅ Apakah saya aktif bergerak dan menjaga berat badan?
✅ Bagaimana hubungan pribadi saya?
Dengan memperbaiki aspek gaya hidup terlebih dahulu, banyak pria berhasil mengatasi gejala tanpa perlu hormon tambahan. Konsultasikanlah dengan tenaga medis yang terpercaya untuk mendapatkan penanganan yang tepat dan personal.
Ingat: Testosteron penting, tapi bukan satu-satunya penentu kualitas hidup pria. Seimbangkan antara kesehatan fisik, mental, dan sosial untuk kehidupan yang optimal.